More Pisang Please ...

≈ MaKlumat ≈

Terhitung Mulai Tanggal 9 Juni 2009, Kelima blog (beserta seluruh Kontennya) atas nama Mbah MD sudah dilimpahKan Kepada CiPung aKa PungguK KooKKaburra.

Sebagai pewaris tahta Kerajaan KooKKaburra Bisnis Inc. THUS pemiliK tunggal (pemegang 100% saham) PungguK KooKKaburra (selanjutnya disebut "Owner"), memiliKi tanggung jawab dan Kewenangan sepenuhnya terhadap blog-blog tersebut.

MaKlumat ini dapat diubah dalam waKtu seKonyong-Konyong tanpa pemberitahuan sebelum dan sesudahnya.

ttd.

Owner
≈ PungguK KooKKaburra ≈

Sunday 3 February 2008

KoKi-Min (Kolom Kita Mini)

(Kookkaburra - Inggris)

Hi Zev, dan para kontributor KoKi & KoKo yang … selalu ketagihan membaca, menulis maupun balapan ‘pertama nih’. Mumpung orang-orang pada sibuk mikirin Prabu edisi cetak, Kookkaburra mau jadi plagiator dulu, bikin KoKi-Min (kalau disetujuin).

Sebelum lanjut membaca tolong di-cek dulu kompor, setrikaan atau jemurannya … jangan sampai ‘kejadian’ hehehe. Ide menulis tentang topik ‘nama’ di edisi pertama KoKi-Min ini (nggak janji dech ada edisi selanjutnya, hehehe …) sebenarnya udah agak lama sih … waktu heboh-hebohnya para prajuritnya Zev memperdebatkan nama asli vs nama samaran, cuma baru kesampaian sekarang. Ceritanya dibagi menjadi 2 bagian, silahkan mau di-scroll up atau scroll down (ternyata kagak bisa di scroll sideways yah … tampilan KoKi kiri/kanan-nya sudah mentok, hehehe).

Disclaimer: Kalau sampai tulisan ini diterbitkan juga, isi menjadi tanggung-jawab yang kebablasan membaca.

Bagian I: HahaHihi Hu…uh (si)ala(n) Kookkaburra

Nama Asli by Kookkaburra

Sesuai dengan InYaMul (Instruksi Yang Mulia) No. 01/01/07 yang pernah diulas di KoKi, para kontributor KoKo TIDAK diwajibkan untuk mencantumkan nama asli sedangkan pengirim artikel disarankan, KALAU BISA, menyertakan nama asli (CMIIW). Berhubung masih saja ada kontra-kontro masalah nama, akhirnya Yang Mulia menunjuk Kookkaburra, yang notabene rakyat jelata dan bekerja paruh waktu sebagai juru ketik, untuk melakukan registrasi ulang terhadap KoKier termasuk para Menteri yang baru saja diangkat. Berikut ini adalah cuplikan liputan seputar pendataan ulang jati diri KoKier dan KoKoer.

K3 (Kookkaburra): Nama?
Kk (KoKier/KoKoer) : Marah Rusdhie

K3: Apakah nama Anda sesuai dengan KTP?
Kk: Sesuai Kook (kependekan dari ‘Kookkaburra’)

K3: Bisa saya lihat KTP asli-nya? Nama Bapak mirip seperti nama novelist eh sastrawan terkenal. M-a-r-a-h R-u-s-l-i-e (Kookkaburra mengeja sambil mengetik.)
Kk: Maaf, Rusdhie bukan Ruslie

K3: Apakah Bapak marah karena saya salah ketik?
Kk: Bukan … tidak … saya adalah saya … saya … iya … iya … saya Marah, Marah Rusdhie.

K3: Next please! Your name please, Sir …
Kk: Saya Raden Radja Goek Goek.

K3: Maaf, mohon tidak mencantumkan gelar.
Kk: Saya tidak punya gelar, saya baru punya sertifikat ST (eS Teler).

K3: Trus Raden dan Radja itu bukannya gelar?
Kk: Bukan Kook, Raden itu asli nama saya. Amang saya marganya Radja Goek Goek dan Inang saya Sitorus, bah. Ini kartu nama saya.

K3: Terima kasih… APhD ini apa? PhD saya tau, kalau A-nya?
Kk: Oh itu … Attempted, hehehe.

K3: Dr Robin Hoed, right?
Kk: Betul, saya tamu KoKi dari Nottingham, Inggris.

K3: Punya hubungan apa dengan Prof. Benny Hoed?
Kk: Tidak … tidak … kami sama-sama ‘bermarga’ ‘Hoed.’

K3: Itu bawa bungkusan apa? Maaf ya kita disini tidak terima ‘oleh-oleh.’
Kk: Ini hanya sertifikat.

K3: Ijazah PhD maksudnya? No! No, you don’t need to …
Kk: Bukan, ini cuma sertifikat semua properti saya. Saya punya lahan … Tanah Abang juga kebon, maksudnya beberapa rumah di Kebon Kacang, Kebon Sirih dan Kebon Nanas.

K3: Selamat sore, Pak Nanang Heryanang. Bapak pasti tidak kenal saya, tapi saya tahu Bapak. Sering liat Bapak waktu di Kansas … Kantin Sastra (UI). Saya dulu ambil program diploma bahasa Perancis. Bapak kan Docent Jerman?

Kk: Sekarang kerja disini?
K3: Betul Pak. Di bagian admin, merangkap editor dan spellchecker. Jadi kalau ada kata-kata asing dan tidak senonoh, terlalu gaul maksudnya, seperti ‘hoi,’ ‘bo’ itu harus di-delete. Betah di Depok, Pak?

Kk: Saya sudah pindah ke Jerman. Memang ada yang salah dengan penggunaan bahasa gaul tsb?
K3: Lah ya tidak ada yang salah, cuma itu maunya penonton, hehehe. Ngomong-ngomong, first name Bapak kan ‘Nanang’?

Kk: Betul, sesuai akta lahir. Ya … ditulis begitu (Na2nk) supaya keren aja, boleh toh? Hemat dua huruf, lagi, meskipun tulisan saya suka boros, hehehe.
K3: Tapi kan ejaannya tak sesuai KTP? Trus itu yang di map apaan tuh, Pak?

Kk: Oh ini slip pembelian HYENA, sesuai pesanan kamu.
K3: Loh koq mahal sekali?

Kk: Lha urusan imigrasinya saja berbelit, tapi tenang … Bapak punya kenalan orang dalam.
K3: Ah Bapak, mosok harga pewarna uban (HEENA) aja segitu mahalnya. Mana coba saya lihat barangnya.

Kk: Hyena-nya saya ikat diluar …
K3: H-Y-E-N-A? Aaaaaaalamak! Itu kan hewan berkaki empat!

K3: Ini pasti Oom Bontjelle.
Kk: Betul sekali, saya parkir kapal pesiar saya diluar, tidak apa-apa bukan?

K3: Don’t worry! Aman koq disini. Oom lihat kan tuh deretan mobil-mobil mewah. Nama pemiliknya bisa dibaca pada plat-nya. Nah itu yang warnanya pita eh jingga itu seri terbaru Bajaj Bajuri milik Lindsay Lohan. Dan di samping Bajaj itu ada sepeda saya. Oh iya sampai lupa … Maksud kedatangan Oom, selain mengantar pesanan saya, apakah Oom mau mendaftar untuk pertama kali?

Kk: Tidak! Tidak! Saya lebih suka jadi ‘cheerleader’ saja, semacam ROK-lah. Sekalian say hello sesama KoKier dan KoKoer.
K3: ROK? Apaan tuh Oom?

Kk: Read Only Kokier, tidak perlu mendaftar toh?
K3: Tidak perlu Oom. Koq Oom mau sih repot-repot antri disini?

Kk: Saya selalu berusaha mengikuti prosedur. Kalau memang harus antri ya … mesti kita ikutin.

K3: Oom, mo nanya sesuatu boleh nggak? Oom kan mantan dokter.
Kk: Tanya tentang apa?

K3: Hmm…em …gini Oom… misal … ini seumpama loh. Amit- amit jabang orok! Misal nih, salah seorang kerabat dekat Oom mendadak sakit dan pas di rumah sakit disuruh ngantri. Sementara itu Oom yang off duty tahu bahwa dengan satu phone call saja saudara Oom bisa ‘lewat jalan tol’ maksudnya bisa langsung ditangani. Apa Oom masih teteup keukeuh mau antri?
Kk: Ya … tidak … yah … tidaklah …

K3: Kenapa ragu Oom? Nah, misal lagi nich … sekarang saya bolak, Oom sekarang yang berada diposisi yang punya otoritas, orang dalam di RS tsb dan Oom yang menerima telpon. Tindakan Oom?
Kk: Hmmm…

Belum sempat si Oom menjawab tiba-tiba dari arah pintu meneroboslah seseorang sambil berteriak-teriak: “ Coblos, coblos, coblos moncong putih!”

Seketika itu juga Kookkaburra pun terbangun. OMG, untung ini cuma MIMPI. Maap ya penonton, tolong jangan disomasi, abis ketiduran sih nungguin KoKi terbaru. Soalnya pengen sekali merasakan gimana rasanya menjadi Numero Uno. Ngomong-ngomong soal ‘the first KoKoer’, Kookkaburra pernah jadi ‘Runner Up’ thanks to Enonk. Ceritanya, pas baca bagian ‘nyonya (Belanda) sexy’ – di tulisan Enonk yang pertama – Kookkaburra buruan dech ngelipir ke KoKo.

Seingat Kookkaburra sih sebelum tertidur tadi lagi ber-Explorer-ria di arsip KoKi. Kepikiran terus sama Bu Mod, asisten cuma satu, kalau urusan mendata Kokier seantero jagat mesti dilakoni juga, wah gawat. Bisa ‘sakit hati’ beneran. Jadinya pengen nyari tulisan Yang Mulia. Nah ini dia! Ketemu!

Mengutip Zeverina: “… sejak awal, Kolom Kita (KoKi) ini dibangun atas dasar saling percaya dan ketulusan yang tinggi, baik antara penulis, pembaca, komentator dan moderator”. Lihat: Suporter Bola, Ngelaut & Taksiii (Serbia, Perth, Marseille) edisi 24 Januari 2007. Supaya ringkas dapat Anda unduh di KoKi.

Ah … seandainya kita semua mau mengingat dan menerapkan apa yang dikatakan Ibu Moderator untuk SALING PERCAYA. Tentu kita tidak lagi mempertanyakan siapa itu Si Tante X, si Oom Y; Tidak lagi membedakan Si Asli dengan Si Samaran (*sigh*); Tidak lagi menduga-duga: “Wah si A itu kayaknya si B deh.” SWGL? (So what gitu loh) Bukankah seperti dikutip di awal tulisan ini tentang ‘syarat-syarat’ menjadi KoKoer dan KoKier? Tidak baik kan hanya menjadi ‘unlover critic’ ataupun ‘uncritic lover’? Dapatkah kita menjadi ‘lovers’ sekaligus ‘critics’? Meneketehe! (Mana ku tahu?) Paling-paling buntutnya jadi termehek-mehek hek hek hek. Mau membahas NKRI yang gemah ripah loh jinawi? Atau yang korup? Ya… monggo, mau pake bahasa Mars kek, bahasa Venus kek, kalau tidak merubah makna atau pesan yang disampaikan, why not? Yang penting jangan sampai terjadi journalism constipation (Fire, 2007). Jangan sepelekan KoKi, Margaret Mead pernah berkata: "Never doubt that a small, group of thoughtful, committed citizens can change the world. Indeed, it is the only thing that ever ...”

Bagian II: Made to Order

Bagian ini adalah jatah untuk tulisan pesanan dan Kookkaburra dibantu dengan ‘ghost writer’ yaitu Mbah Mar’ie Djono.

Alias by Mbah Mar’ie Djono
Ealah! Saya dipesen nulis tentang ‘nama samaran’ kok bingung! Setiap orang pasti mempunyai alasan dan motivasi tersendiri dalam memilih dan menggunakan nama samaran. Secara garis besar mungkin motifnya dapat dipilah menjadi dua yakni: negatif (merugikan) dan positif (tidak merugikan alias netral). Ada kasus dimana TKW menggunakan nama palsu yang mungkin sudah diatur oleh agen bukan atas kemauan yang bersangkutan. Pemalsuan nama pernah juga dipraktekkan oleh pejabat ataupun buron/kriminal yang berusaha meloloskan diri dari cekalan imigrasi.

Di bidang sastra atau tulis-menulis, menggunakan ‘pen-name’ adalah hal yang biasa dan tentunya penulis-penulis tersebut mempunyai alasan yang berbeda-beda. Eduard Douwes Dekker (1820-1887) misalnya memakai ‘Multatuli’ yang dalam bahasa Latin berarti ‘sangat menderita’ yang menurut Dekker mencerminkan keprihatinannya pada ketidakadilan yang dialami masyarakat setempat dan penderitaannya sebagai asisten residen pada saat beliau ditempatkan di Lebak.

Di Inggris misalnya ada Agatha Christie (1890-1976) pengarang novel detektif terkenal dengan ciri khas misteri dan pembunuhan. Dia merasa perlu menjaga image-nya sebagai Christie si penulis fiksi detektif dengan Christie si penulis dengan genre ‘Mills and Boon’. Christie memiliki nama samaran Mary Westmacott yang dipergunakannya dalam menulis novel-novel romantis. Sedangkan novelist Mary Anne Evans (1819-1880) memilih nama pria, George Eliot dalam menerbitkan buah karyanya.

Penulisan nama sastrawan kadang kala merupakan bagian atau singkatan dari nama asli. Di Indonesia, sebagai contoh, ada Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin yang lebih dikenal dengan nama NH Dini; STA adalah kependekan dari Sutan Takdir Alisjahbana.

Ada diantara KoKier yang menerapkan penggunaan alias seperti yang disebutkan diatas, misalnya LD, WB ataupun Ki Ageng Similikithi yang nama aslinya diketahui baik oleh pembaca maupun moderator. Ada juga yang memilih untuk tetap anonimous seperti (Pak) “WES” dan Kookkaburra yang secara eksternal nggak jelas apakah dia itu ce atau co.

Di bidang jurnalisme yang sesungguhnya, bisnis ataupun akademis, jarang sekali orang memakai nama palsu, apalagi kalau mereka sudah ‘terkenal’. Kerabat/sanak saudara mereka ada yang ‘aji mumpung’ dan adapula yang menganggap keterkaitan itu biasa-biasa saja. Tetapi ada pula yang enggan dikaitkan dengan orang terkenal tsb.

Apa saja sih unsur ke-PRIBADI-an orang ‘terkenal’? BMW (Be My Wife) pribadi? Rumah pribadi (bukan Pondok Mertua Indah)? CC pribadi (bukan yang join)? Bukan itu yang saya maksud. Salah satu dari 'Sepuluh Unsur Kepribadian Billionaire' menurut Jennie S. Bev adalah membuka diri terlebih dahulu dalam arti kata terbuka dan tidak misterius. Selengkapnya saya kutip disini:

“Pernah Anda bertemu orang yang selalu mau bertanya soal hal-hal pribadi tentang orang lain namun tidak pernah mau membuka diri? Mereka biasanya hidup dalam ketakutan dan kecurigaan, yang pasti mereka akan sangat sulit untuk mencapai kesuksesan karena dua hal ini adalah lawan dari unsur-unsur yang membangun sukses. Rasa percaya dan kebesaran hati untuk membuka diri terhadap lawan bicara merupakan cermin bahwa kita nyaman dengan diri sendiri, lantas tidak ada yang perlu ditutupi, sesuatu yang dicari oleh para partner bisnis sejati. (Siapa yang mau bekerja sama dengan orang yang misterius?)” pembelajar.com.

Citizen Journalism ala KoKi sudah tentu berbeda dengan journalism-nya versi Wikipedia, apalagi dengan adanya ‘yel-yel’ ‘Siapa Saja, Menulis Apa saja!’ Sudah SANGAT jelas sekali. Mbok ya kita jangan ngeyel lagi. IMHO, mau punya sejuta nama alias selama nama asli ada di Moderator, apa yang salah? Bukankah setiap orang bisa saja berubah pikiran/pendapat tanpa perlu dianggap sebagai plintat-plintut?

Terus apa hubungannya dengan kutipan Jennie S. Bev? Hubungannya? Baik-baik saja … (becanda!) Maksudnya kalau ada yang mau ‘tukar-menukar kartu nama’ (berbisnis) di KoKi, kenapa tidak? Cuma … saya sih, kalau ada uang £1 coin menggelinding … ya dipungut, apalagi satu ember! ‘Bilioner’ bukanlah ‘bilioner’ meskipun kurang satu ‘rupiah’ – eh Jaka Sembung naik ojek nggak sih?

Disclaimer (lagi): Saya tidak ada hubungan dan tidak kenal dengan Jennie S. Bev, dan saya belum/tidak minta ijin kalau tulisannya saya kutip. Yang saya tahu adalah beliau ‘orang besar’ yang rendah hati. Kalau ada yang mau melempar balok, silahkan ditujukan ke Kookkaburra, karena saya (Mbah Mar’ie Djono) hanya menerima pesanan.

(Diterbitkan di KoKi edisi Tukul, Tora & Kesuksesan Seputar Kolom Kita, Jumat 04 Mei 2007 7:45 wib.)



No comments: