More Pisang Please ...

≈ MaKlumat ≈

Terhitung Mulai Tanggal 9 Juni 2009, Kelima blog (beserta seluruh Kontennya) atas nama Mbah MD sudah dilimpahKan Kepada CiPung aKa PungguK KooKKaburra.

Sebagai pewaris tahta Kerajaan KooKKaburra Bisnis Inc. THUS pemiliK tunggal (pemegang 100% saham) PungguK KooKKaburra (selanjutnya disebut "Owner"), memiliKi tanggung jawab dan Kewenangan sepenuhnya terhadap blog-blog tersebut.

MaKlumat ini dapat diubah dalam waKtu seKonyong-Konyong tanpa pemberitahuan sebelum dan sesudahnya.

ttd.

Owner
≈ PungguK KooKKaburra ≈

Sunday, 3 February 2008

Antara Tong “Dog Waste” dan Tongnopos

(Kookkaburra - Inggris)

Semenjak jadi “penggembira” di KoKi, digital kamera hasil lungsuran saudara tua Kookkaburra ini semakin difungsikan keaktifannya. Pemandangan yang dulu menjadi makanan sehari-hari tiba-tiba menjadi objek yang menarik untuk direkam, termasuk tempat “Dog Waste” serta seorang kakek (seumuran dengan “Mbah Mar’ie Djono”) yang sedang membungkus kotoran si Bélang (Batak aksen mode: On). Keh, keh, keh … Kedua foto diambil di suatu taman pada awal bulan ini (September).

Kalau Kookkaburra tidak salah ingat mungkin La Rose lah pionir foto tempat sampah dan yang paling anyar tentu saja foto Tong Sampah dari adik Dhipa di Brunei. Wow! Luar biasa KoKier yang satu ini. Masih muda belia tetapi sudah dapat mengungkapkan kepeduliannya terhadap lingkungan hidup dengan gambar dan kata yang kemudian ditayangkan oleh Zeverina pada timing yang tepat. Terima kasih ya dedek Dhipa, karena cerita foto nya lah akhirnya koleksi foto Kookkaburra ikutan nongol juga. Itu namanya Topik dicinta, Dhipa tiba … keh, keh, keh. Oh iya, sebagai tambahan ada foto tong “Clothing” khusus untuk sepatu, pakaian dan/atau material dari kain.

Dog Waste Bin: Mengapa dan Untuk Apa?

Inggris dikenal sebagai negara “dog-lovers”. Populasi anjing di Inggris, pada tahun 2004, mencapai 6,8 juta ekor dan menghasilkan total kotoran sebanyak 1000 ton setiap harinya. Akan tetapi jangan harap tanda “No Fouling” akan dibaca ataupun dimengerti oleh hewan berkaki empat yang disebut anjing ini. Tanda dilarang BAB (Buang Air Besar) bagi para “Bélang” ini tentu saja ditujukan kepada si Pemilik, dimana setelah BAB, “sampah” tersebut wajib dipungut, dibungkus rapat di dalam plastik untuk kemudian dimasukkan ke tong sampah atau tempat sampah khusus (Dog Waste Bin) – tindakan yang dikenal dengan slogan “Bag It, Tie It, Bin It”. Larangan “dog fouling” hampir selalu dipasang secara bersamaan dengan tanda “Keep Dogs On Leads” yang artinya biarkan anjing tetap terikat pada tali nya.

Di Inggris, kalau tertangkap basah, para pemilik hewan peliharaan ini langsung diberi tiket pelanggaran sekitar £50 tergantung pemerintah daerah masing-masing. Apabila tidak dibayar atau tidak dipatuhi, pemiliknya dapat diseret ke pengadilan dengan denda max £1000 (seribu poundsterling). Ketentuan ini dicantumkan dalam Dogs Fouling of Land Act 1996.

Seberapa jauh dampak kotoran hewan ini terhadap manusia dan lingkungan? Meskipun lebih banyak terdapat pada anak anjing, boleh dikatakan bahwa hampir setiap anjing terinfeksi dengan cacing Toxocara yang panjangnya bisa mencapai 18 cm. Mengingat suhu dan cuaca di Inggris, telur-telur cacing ini dapat bertahan sekitar 2 – 3 tahun. Sebenarnya telur-telur cacing yang jumlahnya sekitar 1 juta misroskopik per satu kali “pup” itu tidaklah berbahaya, namun, yang menjadi masalah yaitu apabila telur-telur tersebut menetas. Memungut dan membungkus kotoran yang baru saja “diproduksi” tidaklah berbahaya. Hal ini disebabkan karena untuk dapat menjelma menjadi cacing, diperlukan waktu sekitar 2 – 3 minggu. Penetasan terjadi apabila suhu memungkinkan dan biasanya jatuh pada musim panas.

Toxocariasis yang menyerang manusia merupakan hal yang dapat terjadi dimana saja di dunia ini termasuk di Inggris. Adapun gejala cacingan ini mulai dari yang ringan antara lain dari rasa nyeri, gangguan paru-paru sampai kerusakan pada mata atau penglihatan. Berdasarkan laporan Dr S. Gillespie pada tahun 1993, dalam setiap tahun nya terdapat 100 kasus gangguan penglihatan, dimana separuhnya merupakan kerusakan mata serius seperti kebutaan yang menyerang anak-anak. Dalam usaha mencegah timbulnya akibat buruk dari kotoran anjing inilah pemerintah Inggris menerapkan peraturan No Fouling.

Tongnopos
Tongnopos berasal dari singkatan Tong Darno Kompos. Kata “Darno” diambil dari nama Sudarno, pemilik dan pelopor yang menamakan dan menggunakan tong ini sebagai tempat pembuatan pupuk cair yang diolah dari sampah organik. Selain itu, lulusan D-3 Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jurusan Konstruksi ini juga menciptakan cairan MBS (Manis Bara Sudarno) yang berfungsi untuk menghilangkan bau sampah yang menyengat. Cairan ini kemudian disemprotkan ke dalam Tongnopos yang berisi sampah organik dan diendapkan selama satu bulan. Adapun cairan MBS diolah dari hasil pembakaran (bara) tebu muda (manis) yang kemudian digiling. Seluruh campuran bahan baku cairan MBS dibuat dari produk ramah lingkungan. MBS yang sedang dalam proses paten ini sangat berkhasiat dalam menghilangkan bau sehingga dipesan dan diproduksi dalam jumlah banyak.

Sebelum memelopori Tongnopos dan menciptakan MBS, Sudarno pernah pula menciptakan Batem (Bata daleme macem-macem). Sesuai dengan namanya, bata putih ini terbuat dari semen, pasir dan bermacam-macam sampah baik yang organik maupun non-organik. Sekarang Batem sudah banyak dipasarkan di Jawa Timur, Jakarta serta Bali.

Selain memproduksi Batem, Sudarno acapkali didaulat untuk menularkan kebolehannya mengolah batu bata dari sampah. Karena dedikasi dan beberapa terobosan itulah akhirnya Sudarno dianugerahi penghargaan Kalpataru untuk tingkat Nasional pada bulan Juni tahun ini (2007).

Kalau saja pemerintah Inggris mengetahui manfaat dari MBS, mungkinkah pada suatu hari ditemukan MBS made in Indonesia di rak-rak pasar swalayan atau di pet shop di Inggris? Entahlah … yang jelas pencemaran lingkungan hidup di Indonesia sendiri sudah merajalela. “Secuil kuku” telah dipersembahkan oleh seorang DARNO yang berhasil menunjukkan kepeloporannya dan dengan nyata telah memberikan sumbangsih dalam mengelola sampah, baik yang organik maupun yang non-organik. Bagaimana dengan kita?

Disarikan dari berbagai sumber. Khusus untuk tulisan mengenai Bapak Sudarno selengkapnya dapat dibaca di kolom “Potret” KCM edisi 7 Agustus 2007.

(Dikirim via email pada hari Sun, 30 Sep 2007 04:12:38 -0700 (PDT) dan diterbitkan di KoKi edisi CCFF, Mortgage Meltdown & Food Shock Senin 01 Oktober 2007 12:55 wib.)

No comments: