Semenjak jadi “penggembira” di KoKi, digital kamera hasil lungsuran saudara tua Kookkaburra ini semakin difungsikan keaktifannya. Pemandangan yang dulu menjadi makanan sehari-hari tiba-tiba menjadi objek yang menarik untuk direkam, termasuk tempat “Dog Waste” serta seorang kakek (seumuran dengan “Mbah Mar’ie Djono”) yang sedang membungkus kotoran si Bélang (Batak aksen mode: On). Keh, keh, keh … Kedua foto diambil di suatu taman pada awal bulan ini (September).
Kalau Kookkaburra tidak salah ingat mungkin La Rose lah pionir foto tempat sampah dan yang paling anyar tentu saja foto Tong Sampah dari adik Dhipa di Brunei. Wow! Luar biasa KoKier yang satu ini. Masih muda belia tetapi sudah dapat mengungkapkan kepeduliannya terhadap lingkungan hidup dengan gambar dan kata yang kemudian ditayangkan oleh Zeverina pada timing yang tepat. Terima kasih ya dedek Dhipa, karena cerita foto nya lah akhirnya koleksi foto Kookkaburra ikutan nongol juga. Itu namanya Topik dicinta, Dhipa tiba … keh, keh, keh. Oh iya, sebagai tambahan ada foto tong “Clothing” khusus untuk sepatu, pakaian dan/atau material dari kain.
Dog Waste Bin: Mengapa dan Untuk Apa?
Inggris dikenal sebagai negara “dog-lovers”. Populasi anjing di Inggris, pada tahun 2004, mencapai 6,8 juta ekor dan menghasilkan total kotoran sebanyak 1000 ton setiap harinya. Akan tetapi jangan harap tanda “No Fouling” akan dibaca ataupun dimengerti oleh hewan berkaki empat yang disebut anjing ini. Tanda dilarang BAB (Buang Air Besar) bagi para “Bélang” ini tentu saja ditujukan kepada si Pemilik, dimana setelah BAB, “sampah” tersebut wajib dipungut, dibungkus rapat di dalam plastik untuk kemudian dimasukkan ke tong sampah atau tempat sampah khusus (Dog Waste Bin) – tindakan yang dikenal dengan slogan “Bag It, Tie It, Bin It”. Larangan “dog fouling” hampir selalu dipasang secara bersamaan dengan tanda “Keep Dogs On Leads” yang artinya biarkan anjing tetap terikat pada tali nya.
Di Inggris, kalau tertangkap basah, para pemilik hewan peliharaan ini langsung diberi tiket pelanggaran sekitar £50 tergantung pemerintah daerah masing-masing. Apabila tidak dibayar atau tidak dipatuhi, pemiliknya dapat diseret ke pengadilan dengan denda max £1000 (seribu poundsterling). Ketentuan ini dicantumkan dalam Dogs Fouling of Land Act 1996.
Tongnopos berasal dari singkatan Tong Darno Kompos. Kata “Darno” diambil dari nama Sudarno, pemilik dan pelopor yang menamakan dan menggunakan tong ini sebagai tempat pembuatan pupuk cair yang diolah dari sampah organik. Selain itu, lulusan D-3 Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jurusan Konstruksi ini juga menciptakan cairan MBS (Manis Bara Sudarno) yang berfungsi untuk menghilangkan bau sampah yang menyengat. Cairan ini kemudian disemprotkan ke dalam Tongnopos yang berisi sampah organik dan diendapkan selama satu bulan. Adapun cairan MBS diolah dari hasil pembakaran (bara) tebu muda (manis) yang kemudian digiling. Seluruh campuran bahan
Selain memproduksi Batem, Sudarno acapkali didaulat untuk menularkan kebolehannya mengolah batu bata dari sampah. Karena dedikasi dan beberapa terobosan itulah akhirnya Sudarno dianugerahi penghargaan Kalpataru untuk tingkat Nasional pada bulan Juni tahun ini (2007).
(Dikirim via email pada hari Sun, 30 Sep 2007 04:12:38 -0700 (PDT) dan diterbitkan di KoKi edisi CCFF, Mortgage Meltdown & Food Shock Senin 01 Oktober 2007 12:55 wib.)
No comments:
Post a Comment