More Pisang Please ...

≈ MaKlumat ≈

Terhitung Mulai Tanggal 9 Juni 2009, Kelima blog (beserta seluruh Kontennya) atas nama Mbah MD sudah dilimpahKan Kepada CiPung aKa PungguK KooKKaburra.

Sebagai pewaris tahta Kerajaan KooKKaburra Bisnis Inc. THUS pemiliK tunggal (pemegang 100% saham) PungguK KooKKaburra (selanjutnya disebut "Owner"), memiliKi tanggung jawab dan Kewenangan sepenuhnya terhadap blog-blog tersebut.

MaKlumat ini dapat diubah dalam waKtu seKonyong-Konyong tanpa pemberitahuan sebelum dan sesudahnya.

ttd.

Owner
≈ PungguK KooKKaburra ≈

Saturday 23 February 2008

Facebook, Face The Music!

~ Mbah MD - Old Gum Tree ~

Palsukan Keluarga Raja di Facebook, Warga Maroko Kena Bui - itulah judul berita detiknews edisi 23/02/2008. Adalah Fouad Mourtada yang memalsukan profil di Facebook dengan menggunakan identitas salah satu keluarga Raja Muhammed VI. Buntutnya, Mourtada akhirnya dibui selama 3 tahun ditambah denda US$ 1.300.

Seperti dilansir situs tersebut, baik di AS, Canada dan Eropa, tindakan pemalsuan identitas seperti yang dilakukan Mourtada tak pernah diperkarai secara hukum. Akan tetapi di Moroko, Mourtada kena batunya. Apakah kejadian ini sekedar wacana bahwa dunia maya itu "palsu" dan bahwa kejujuran semakin mahal?

Lain di Maroko, lain pula di Inggris. Seperti diberitakan oleh BBC di pertengahan Januari tahun ini (2008), Facebook disinyalir telah melanggar privacy seseorang yang dilindungi oleh hukum di UK. Dimana Facebook ternyata masih menyimpan data/profil pengguna, meskipun yang bersangkutan sudah me-nonaktif-kan keanggotaannya.

Mengenai gugatan dari seorang user yang komplen bahwa dia tidak dapat menghapus profilnya secara keseluruhan, Facebook berdalih bahwa mereka tidak pernah menggunakan data dari anggota yang sudah tidak aktif dan tidak melakukan pelanggaran hukum di UK mengenai data protection.

Sebagai konsumer dan pengguna jejaring sosial, kadang kala kita tidak mau kritis dan kurang berpikir jauh bagaimana dampak dari "data/profil" yang kita masukkan dalam situs tertentu dan kita baru bertindak apabila sudah terlambat.

Mengenai tindakan hukum yang berkaitan penyusupan, publikasi dan pergeseran batas demarkasi dari private domain ke public domain, khususnya tayangan video di YouTube, Internet-sosiolog Albert Benschop seperti dikutip Jaap - Amsterdam dalam artikelnya, Panggung Digital YouTube, menyatakan: "Hal-hal yang melanggar hukum adalah urusan polisi dan aparat keamanan."

Apabila Facebook dan YouTube sudah berusaha menjaga data para pemilik akun nya dan menyerahkan masalah hukum kepada badan yang berwenang, di suatu komunitas maya yang dikenal dengan KoKi (Kolom Kita), investigasi "pemalsuan" identitas pembaca dan penulis artikel/komentar dilakukan oleh Tim Investigator yang mengangkat diri mereka sendiri, dimana keputusan Tim sudah dianggap sah dan benar dengan ditutupnya kasus tersebut pada tenggat waktu yang ditentukan.

Tuesday 19 February 2008

Who Killed Cock Robin?

~ Mbah MD - Old Gum Tree ~

Suasana di Old Gum Tree tampak hening dan berkabut.
Ada sesuatu yang memaksaku untuk melewati telaga itu ...

Bangku tua yang menghadap tepian kolam itu kosong
Tak kelihatan satupun Mallard, Moorhen dan Fulmar
Suhu dibawah satu derajat Celcius
Membuat lapisan es yang tipis di permukaan telaga


Nun ... diantara cabang pohon
Gagak Hitam menggigil kedinginan


Tepat di bawah pohon dimana gagak hitam itu terpekur
Merunduklah setangkai Daffodil
Setengah kuncup dan setengah kuyup
Tak mampu mendongakkan kepalanya
Tunduk kepada buramnya alam
Namun ... kelopaknya yang kuning terang
Serta batangnya yang hijau
Cukup memberi warna di kesuraman pagi

Kuayunkan langkahku menuju jalan setapak itu ...
Tempat dimana Fulmar biasanya bercengkerama
Lapisan es sudah mulai menebal
Menutupi hampir seluruh permukaan telaga


Cat tails yang beberapa hari yang lalu masih utuh,
mulai berbuncah
Mempertontonkan "ekor kucingnya"
Sebentar-sebentar batangnya bergoyang terhembus angin

Menerbangkan serbuk-serbuk kecoklatan;
nan lembut bak kapuk

Tiba-tiba ... sekelebat loncatan tupai
Membuatku berpikir bahwa "Cat tails" tersebut
lebih mirip dengan ekor tupai
(dan ... tentu saja ... kemoceng)
~keh~keh~keh~

Beberapa langkah kemudian ...
Kutemukan si Canada Goose
Beristirahat dengan satu kaki
Di atas kebekuan telaga

Di tepian sana
Si Mallard dan kawan-kawan mengapung dalam diam
Tak terdengar riak air
Pun celoteh mereka

Kemanakah Moorhen?
Bersembunyi dimanakah Fulmar?
Adakah dinginnya udara
menghalangi kehadiran mereka?

Suara gemerisik
di sela-sela ranting kering
Mengusikku
Cit-cit burung terdengar pelan
Ah ternyata si Robin

Untuk sesaat ia memandangku
Pandangannya menohok ulu hatiku
Seolah bertanya ...
Who killed Kookkaburra?

Dalam sekejap
Terbanglah dia
Dari ranting yang satu,
ke ranting yang lain

Sesekali mendarat di rerumputan
Melompat-lompat
Seolah-olah mengusir rasa dingin
Sampai akhirnya ...
Robin itu berpijak di sandaran bangku

Beranjak dari sisi yang satu
ke sisi yang lainnya
Tepat dimana Kookkaburra suka bertengger

Tak lama kemudian Robin itu pun terbang jauh ...
Akupun teringat akan kisah dan asal muasal satu puisi,
atau tepatnya sejarah lagu rakyat Inggris
Mengisahkan tentang kematian Robin Hood
Judulnya Who Killed Cock Robin

"Who killed Cock Robin?" "I," said the Sparrow,
"With my bow and arrow, I killed Cock Robin."
"Who saw him die?" "I," said the Fly,
"With my little eye, I saw him die."
... ... ...


Who Killed Cock Robin? (Disney 1935)
(Source: DiDisney @YouTube)

Thursday 14 February 2008

KoKi-si-Anu: Pagi Hari Di Old Gum Tree QUEEN-Dom

~ Kookkaburra – Old Gum Tree ~ Published posthumously by Mbah MD*)

*) Sedianya tulisan/file yang ada di kompi Kookkaburra ini akan dikirim ke KoKi, akan tetapi sampai "kepergian" Kookkaburra, artikel yang belum rampung ditulis/diedit nya ini, tak sempat dikirimkannya. Saya, Mbah MD, hanya memenuhi amanat cucu saya dimana daripada artikel ini di-upload tanpa melalui proses editing lagi. Mohon maaf sebelumnya apabila ada kata-kata yang tidak berkenan.

Horeeeee! Sesuai dengan rencana … ~keh~keh~keh~ …KoKi-min yang sudah lama ditunggu-tunggu (oleh tukang sambut dan tukang sambit) akhirnya ganti baju menjadi KoKi-si-Anu. Meskipun kompas.community belum bisa diganti baju/sarungnya, KoKi-si-Anu dilansir sebagai uji-coba tampilan baru. Segala puji dan puja dihaturkan kepada Mamaknya si Butet apabila yang mana daripada meloloskan artikel hasil duet Kookkaburra bersama Mbah Mar’ie Djono. Wokeh? Mari kita simak bersama … yeaah…

Sayup-sayup, terdengar semenandung lagu ...
Bangun tidur ku terus mandi

Tidak lupa berenang-ria

Habis mandi aku berjemur

Lalu aku mengangkat kaki

Pagi itu Kookkaburra terlambat bangun. Suara kecibang-kecibung di telaga dan senandung riang Lima Sekawan ibu-ibu Mallard yang menyanyikan lagu "Bangun Pagi" telah membangunkan Kookkaburra yang baru pertama kali menghirup udara segar di Old-Gum-Tree QUEEN-Dom.

“Happy new hope! Happy new hope! Dum spiro, spero … Suasana di sekitar Old Gum Tree sudah terang-benderang. Matahari sudah tinggi. Sambil merapihkan sarang. Sarang looh, bukan sangkar :), Kookkaburra melongok ke bawah. Wah … ramai juga ya … Para penghuni taman Old Gum Tree sudah mulai menunaikan aktifitas keseharian mereka.

Ungkapan “Birds of a feather flock together” tampaknya berlaku juga di QUEEN-dom ini. Sekelompok burung camar bercanda-ria di telaga nan bening. Sesekali kepak sayap mereka menimbulkan riak-riak kecil. Saling siram-siram-an air. Saling menyapa dan saling meledek satu sama lain.

Dalam suatu komunitas yang lebih besar pun demikianlah adanya. Sesama anggota FS saling menyapa anggota FS, teman di Gerombolan yang satu mendukung teman di Gerombolannya. Fans Upil bahu-membahu mengumpulkan upil. Ijolumut (Ikatan Jomlo Lucu dan Imut) sibuk berkampanye-ria untuk menyedot anggota baru. Anggota terpilih (or voluntary?) Pandawa Lima sesekali muncul (atau tepatnya nyaplak, sorri, brur) dengan lelucon yang “ke-lucu-lucu-an” dan kadang hanya bisa di-decode oleh member only :).

Nun di tepi telaga, serombongan Canada Geese asik berjemur dan bergosip-ria tentang sepasang teman mereka, si Nite-nite dan si Lem-lem yang sedang mojok di keheningan danau buatan itu. (Kookkaburra sudah berkenalan dengan Nite-nite dan Lem-lem pas pindahan kemarin.) Sepertinya sepasang kekasih yang sedang kasmaran itu sadar bahwa teman-temannya sedang membicarakan mereka berdua. Baik Nite-nite maupun Lem-lem yang tadinya mereka berenang berendengan, secara serentak, tanpa dikomando, saling menjauhkan diri dan berenang ke tepian telaga untuk kemudian bergabung dengan teman-teman mereka yang lain.

Hmm … sebagai pendatang baru di taman ini ada baiknya apabila Kookkaburra, terbang ke bawah dan berkenalan dengan mereka. Tentu saja tidak lupa menggantung kamera di leher, ~keh~keh~keh. Terlihat tiga Mallards dan dua Canada Geese bermain dan berenang dalam lingkaran. Belakangan baru Kookkaburra paham, bahwa mereka adalah Investigator maia dari lima koloni.

Mereka menyanyikan lagu Kakak Mia.

Kakak Mia, Kakak Mia, minta anak barang seorang
Kalau dapat, kalau dapat hendak saya suruh berdagang

Anak yang mana akan kau pilih
Anak yang mana akan kau pilih

Itu yang gemuk yang saya pilih
Bolehlah ia menjual s’rabi

S’rabi, s’rabi, siapa beli
S’rabi, s’rabi, siapa beli

Eh tiba-tiba terdengar seekor itik menimpali sambil bersenandung kecil:

Kakak Seto, Kakak Seto
Minta tolong barang sebentar
Kalau dapat, kalau dapat
tolong gugat si Kakak Mia

Begitu sang Itik, selesai menyanyikan lagu tersebut, Kookkaburra pun menghampirinya. Ternyata itik yang mempunyai nama lengkap Titiek Montok itu peduli dengan anak-anak dan sudah cukup lama menjadi aktifis Komnas Perlindungan Anak. Dia mengaku resah bahwa ternyata setiap era itu memaknai zamannya dengan berbeda.

Seperti layaknya sikap para mbah pada umumnya, Mbah MD pun selalu membanggakan zamannya. Apabila berceritera tentang generasinya, tentang nostalgia dan the good old days, Mbah selalu mulai dengan kata-kata "Waktu jaman Mbah dulu ..."; "Keadaan dulu lebih baik dari sekarang ..."; "Pemerintahan jaman Mbah dulu beda dengan nyang sekarang ..." - begitulah kira-kira "kangen-kangen-an" atau romanticism ala Mbah MD.

Nah kembali ke cerita tentang lagu anak-anak, tadi. Kalau lagu tersebut "dibaca" di masa kini, mungkin akan menjadi sorotan publik, karena Kakak Mia dapat dianggap berperan aktif dalam mengeksploitasi anak, mempekerjakan anak dibawah umur.

Setelah berkenalan dengan Titiek Montok dan beberapa teman baru sesama burung dan saling tukar-menukar kabar burung :) Kookkaburra pun berkesempatan berkenalan dengan Magpie, Kaki Hijau, dan Ratu Lebah :).

Magpie yang satu ini ternyata masih keturunan Australian Magpie. Ciri khas suaranya memang sesuai dengan posisinya sebagai ambasador pariwisata Old Gum Tree yang mempromosikan produk lokal buatan dalam negeri. Keaktifannya berburu siang dan malam ternyata hanya musiman, hanya "panas-panas kotoran Magpie". Meskipun demikian Magpie ini tidak menganut paham member seumur hidup. **Lha iya tho, mosok anggota yang sudah meninggal, bisa baca-tulis?** Tidak ada istilah "Member Tahunan, Bulanan dan Mingguan," full stop!

Kesetiaan Magpie memang perlu diberi acungan jempol. Magpie akan berkoar-koar sama kencangnya, entah itu mengenai pohon rindang maupun pohon kering-kerontang.

Moorhen si Kaki Hijau

Hmm … burung kok kakinya hijau, itu yang terbersit dalam pikiran Kookkaburra yang lupa menggunakan “wide angle” ketika melihat si Kaki Hijau. Para pengamat burung mungkin memandang itu sebagai hal yang biasa. Akan tetapi, bagi Kookkaburra yang baru pertama kali melihat burung berkaki hijau, tentu saja membuat Kookkaburra seperti kecebong eh kecebyuuur eh latah … eh salah katak di balik kelambu.

Ditemui pada saat sedang menyisiri bulu sayapnya yang hitam dan dihiasi warna putih di ujung sayapnya, Kaki Hijau memalingkan wajahnya ketika Kookkaburra mengarahkan kamera ke wajahnya.

Tingkah lakunya yang agak nervous (ciri khas bangsa Moorhen) akhirnya dapat juga pose Moorhen. Setelah merasa agak santai, Moorhen akhirnya mau juga menginisiasi pembicaraan:

“Eh, pendatang baru ya? Kenapa kamu mengambil gambarku?” tanya si Kaki Hijau.

“Oh, begini, namaku Kookkaburra. Aku ini kontributor lepas KoKi, profesiku disebut Penggembira. Mungkin oleh sementara orang aku disebut Tukang Kipas, padahal aku kan cuma ngipas yang enak-enak, semacam sate. Trus ngomporin yang panas-panas (baca: hot) seperti dada ~P~ oops, dada Tikus. Kedatanganku disini adalah untuk menulis tentang Ke-Ratu-an Old Gum Tree, penduduknya dan juga Ratu kalian,” jawab Kookkaburra.


“Kontributor lepas? Maksudnya apa?”

“Maksudnya, aku tidak terikat untuk menulis ataupun untuk tidak menulis. Aku juga dibebaskan untuk menjawab ataupun tidak menjawab semua komentar yang berkaitan dengan tulisanku ataupun tulisan-tulisan yang muncul di KoKi. Seperti kata J. P. Morgan, I owe the public nothing. Hey … kenapa jadi kamu yang mewawancarai aku?”


“Kenapa tidak bilang dari tadi bahwa kamu mau mewawancarai penghuni Old Gum Tree? Lalu apa yang aku bisa Bantu?

“Hm ... begini, aku cuma mau daftar jadi anggota, karena aku pernah dibisiki bahwa di negara kalian ini seluruh rakyat, apa saja siapa saja, mempunyai harkat dan martabat yang sama dan dalam mengisi formulir, anggota baru tidak perlu mengisi data sesungguhnya."

"Betul sekali, kalau begitu selamat datang di Old Gum Tree, dan mari saya buatkan appointment dengan Ratu Lebah."

Catatan: Sampai pada hari H nya, Kookkaburra tidak dapat datang menemui Ratu Lebah, karena cucu saya itu menghilang, bersamaan dengan menghilangnya surat elektronik yang dikirimnya melalui jasa kurir Koko. Seyogjanya kami akan bertemu dengan Ratu Lebah di Telaga Old Gum Tree yang terletak di kelokan jalan setapak ini.

Ratu Lebah
(Mbah MD - Old Gum Tree)

Kepindahan kami ke Old Gum Tree memang sudah lama direncanakan. Cucu saya si Kookkaburra sudah tidak betah di Inggris. Alasan utamanya adalah sudah terlalu banyak Big Brother yang berusaha mencampuri pribadi kami, antara lain melacak physical address kami, mencari tahu buku-buku yang kami baca, pakaian yang kami kenakan, makanan dan minuman kesukaan kami sampai pada "jenis benda" yang menutupi celana dalam kami.

Old Gum Tree (OGT) kelihatan damai dan gemah ripah loh jinawi. Senang sekali menjadi bagian dari OGT Queen-Dom.

Ditemui sewaktu menikmati "honey morning" di sekitar Rose of Sharon, Ratu Lebah kelihatan sumringah.

Penasehat Ratu telah menyiapkan blanko sensus. Sesekali Penasehat utama dari kalangan Ratu (baca: lebah) sendiri itu membisiki Ratu. Ratu pun menyimak dengan seksama. Entah apa saja yang didiskusikan mereka, yang jelas Penasehat Ratu itu terus memepeti Ratu, sambil sesekali menjawab dan melakukan percakapan melalui Handie-Talkie nya.

Formulir pendaftaran ternyata tidak begitu ribet. Tidak perlu melampirkan fotokopi KTP. Foto pun cukup dengan menggunakan Avatar. Berdasarkan surat edaran Ratu Lebah, kewajiban pendaftar cukup dengan mengisi satu-dua data pribadi - tidak ada kewajiban untuk mengisi data yang "sebenarnya." Meskipun data para anggota dilindungi secara hukum rimba, para petinggi di OGT berhak mengumumkan atau sekedar mengklarifikasi bahwa si "A" adalah si "B" atau si "C" bukanlah si "D".

Sesuai dengan instruksi Ratu, seluruh mahluk hidup di OGT, baik pendatang atau penduduk setempat wajib didata. Tujuannya tak lain tak bukan yaitu untuk kepentingan statistik yang akan dijual ke pemasang iklan demi kelangsungan hidup bernegara Maia. Dengan maraknya Citizen Journalism dan persaingan ketat dibidang pemasaran, apakah pihak agen puas dengan data mentah begitu saja? Tentu saja tidak. Himbauan Ratu Lebah untuk beramai-ramai membuat profil digunakan untuk menjaring data yang lebih spesifik. Walaupun tujuannya cuma sekedar "lucu-lucu-an."

A man always has two reasons for doing anything: a good reason and the real reason (J. P. Morgan).

Wednesday 13 February 2008

Parting Is Such Sweet Sorrow ...

~ Mbah MD - Old Gum Tree ~

What Is A Youth
(Source: Nigredo
@YouTube)

What is a youth?
Impetuous fire

What is a maid?
Ice and desire

The world wags on


A rose will bloom

It then will fade
So does a youth
So does the fairest maid

Comes a time when one sweet smile
Has its season for a while

Then love's in love with me

Some they think only to marry

Others will tease and tarry

Mine is the very best parry

Cupid he rules us all

Caper the cape, sing me the song
Death will come soon to hush us along

Sweeter than honey and bitter as gall

Love is a task and it never will pall

Sweeter than honey and bitter as gall

Cupid he rules us all

What's in a name?
That which we call a rose by any other name would smell as sweet.
(Romeo and Juliet - Shakespeare).

Alunan lagu What Is A Youth mengingatkan percakapanku (Mbah MD) dengan Kookkaburra selepas menonton pertunjukan Romeo and Juliet di Swan Theatre, Stratford beberapa tahun yang silam.

K%K: Mbah apakah tragedi bunuh diri Romeo dan Juliet dapat dijadikan contoh atas kebesaran cinta sepasang kekasih? Atas kesetiaan dua anak manusia yang dimabuk cinta?

Mbah MD: Hmm ... cinta dan kesetiaan? Masih ingat dengan kisah patung anjing di pemakaman Greyfriars, Edinburgh? Bukankah K%K selalu menyempatkan nyekar ke kuburan Bobby kalau pergi ke utara?

K%K: Tentu aja ingat, Mbah. Itu kan kisah nyata tentang persahabatan dan dedikasi seekor anjing yang bernama Bobby Greyfriars terhadap tuannya, John Gray. Kesetiaan yang ditunjukkan dengan "mendekam" di atas makam John Gray dari saat tuannya itu meninggal dunia sampai pada kematian Bobby sendiri 14 tahun kemudian!

Mbah MD: Betul! Meskipun "persahabatan" keduanya "cuma" seumuran KoKi (sekitar 2 tahun) kesetiaan Bobby pada akhir hayatnya dipatri dalam wujud sebuah patung anjing.

Greyfriars Bobby, dikuburkan tak jauh dari makam John Gray, masih di komplek pemakaman yang sama: Greyfriars. Semoga "cinta" dan "kesetiaan" kedua mahluk ciptaan Tuhan ini menjadi pelajaran bagi kita semua. Seperti yang terukir di batu nisannya: "Greyfriars Bobby — died 14th January 1872 — aged 16 years — Let his loyalty and devotion be a lesson to us all. "

Bagaimana dengan Romeo dan Juliet? Masih perlukah ditanyakan "kesetiaan" keduanya? Surga nunut neraka katut? Widow burning ala Shakespeare? Mungkin ... ada baiknya Mbah meniru si "Nguk-Nguk" ini. Bukankah kami ini sama-sama merupakan bawahan? Sama-sama "Fruit Children?" Kalau aku ini "piaraan" si K%K (**kek nyang miara B2 ngepet ajah**), si Bobby adalah peliharaan John Gray. Cuma aku jadi berpikir keras, seandainya, sebagai orang maia, nasib mengharuskan aku "menghadap" lebih dahulu, apakah K%K mau menunggui pusaraku siang-malam? **HaHa!**

Biarlah orang-orang sejagad dan burung-burung di lima benua serta ikan-ikan di Seven Seas mentertawakan "kesetiaanku," "pengharapanku" dan "cintaku." Berdasarkan buku yang aku baca ... ada tertulis: And now these three remain: faith, hope and love. But the greatest of these is love (1 Corinthians 13: 13).

Belum juga 40 hari ... tentu saja aku masih merasa kehilangan, ingin rasanya aku berharap peristiwa ini cuma mimpi, cuma perpisahan sementara. Seperti perpisahan ketika malam menjelang ... perpisahan yang diiringi dengan ucapan selamat malam antara Juliet dan Romeo seperti yang dilakonkan mereka di di Act II, Scene II:

Juliet: Good-night, good-night! Parting is such sweet sorrow. That I shall say good-night till it be morrow.
Romeo: Sleep dwell upon thine eyes, peace in thy breast. Would I were sleep and peace, so sweet to rest! Hence will I to my ghostly father's cell, His help to crave, and my dear hap to tell.

Good night K%K, let me sing a lullaby for you:
...
I promised I would never leave you
And you should always know
Wherever you may go
No matter where you are
I never will be far away ...

Old Gum Tree, the night before Valentine's Day



Lullaby (Billy Joel)
Source: ChungmoonStudios@YouTube.com

Wednesday 6 February 2008

And Then ... Kookkaburra Died

~ Mbah MD - Old Gum Tree ~

Siang itu surya berapi sinarnya
Tiba-tiba redup langit kelam
Hati yang bahagia terhentak s'ketika
Malapetaka seakan meny'linap

Berita menggelegar aku terima
CUCU K%K berpulang 'tuk selamanya
Hancur luruh rasa jiwa dan raga
Tak percaya tapi nyata

Kapan lagi kita kan BERS'PEDA
Kapan lagi bermanja
Kapan lagi nyanyi bersama lagi
Kapan oh kapan lagi?

Tiada ... tiada K%K lagi ...

Mbah nggak mau larut dalam kesedihan, bukankah, seperti yang dikatakan oleh Bruce B. Wilmer, "each chapter that is ending leads us to a new beginning?"


New Beginnings

Each chapter that is ending
Leads us to a new beginning.

The past that we are leaving

Means a future we are winning.

Each change that fills the present
Sets the stage for our tomorrow.
And how we meet each challenge
Helps determine joy or sorrow.

In every new beginning
Spirit plays a vital part.
We must approach tomorrow
With a strong and steady heart.

So as we turn the corner
Let’s all apprehension shed
And fill our hearts with confidence
As we proceed ahead.

~ Bruce B. Wilmer ~


Bing - Titiek Puspa
(Source: iwanlodra
@YouTube)

Tuesday 5 February 2008

Idul Fitri 2007

(Kookkaburra - Inggris)

Kepada tim redaksi KoKi dan seluruh Kokiers di jagad maya, Kookkaburra mengucapkan:

Semoga dengan diluncurkannya dalam format baru di bulan November nanti, pohon KoKi menjadi lebih solid, rimbun dan bertambah mantap berjalan di jalur CJ.

Semoga profil dan head-shot (foto) dari penulis yang bersedia ditayangkan dapat meningkatkan kredibilitas KoKi. Marilah kita bahu-membahu untuk mewujudkan CJ terbesar yang berbasis di Indonesia.

Sebentar lagi mentari kan terbenam, untuk kemudian terbit dengan warna dan semangat baru – semangat CJ ala KoKi yang meskipun berbeda dan jauh, tetapi sama dan dekat. Bersama kita sejajar, bersama kita belajar.

Salam, Kookkaburra.

(Dikirim via email pada hari Wed, 10 Oct 2007 03:59:26 -0700 (PDT) dan diterbitkan di KoKi edisi Selamat Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir Batin Ya! - Idul Fitri, Kamis 11 Oktober 2007 13:48 wib.)

Monday 4 February 2008

Turut Berduka Cita

(Kookkaburra - Old Gum Tree)


(Dikirim via email pada hari Wed, 16 Jan 2008 12:41:54 -0800 (PST) dan diterbitkan di KoKi edisi Presiden AS: Gender & Rasisme, Masa Remaja & Soeharto - KoKiSiana: Simpati Untuk Oca, Kamis 17 Januari 2008 21:57 wib.)

Not “Adieu,” But “Au Revoir”

(Kookkaburra - Inggris)

Gerhana di Bulan Agustus

Akhirnya dia datang juga
Dengan semburat merah muda
Adakah selendangmu terkoyak?

Musim panas telah mengeringkan telaga
Bergeming, ditatapnya ke bawah
Tiada bisa memantulkan kemilaunya

Nun ditanah dimana gubuk reot itu didirikan
Tumbuh menjulang sebuah pohon besar
Dengan rantingnya yang rindang

Akarnya menusuk bumi
Menembus lima benua dan tujuh samudra
Tergoyahkan tidak

Kursi taman itu pun ‘kan menjadi saksi
Apabila gerhana menjelang lagi …
Dan air kembali terhimpun di dalam telaga

Dia bercermin dan menurunkan cahayanya
Menyeruak diantara dedaunan nan rimbun itu
Lalu ia berkata: “I am HOME.”

(Dikirim via email pada hari Tue, 28 Aug 2007 12:59:46 -0700 (PDT) dan diterbitkan di KoKi edisi Pink Story, Homeless & Made in China Rabu 29 Agustus 2007 19:31 wib.)

Selamat Ulang Tahun KoKi

(Kookkaburra - Inggris)

Foto dikirim via email pada hari Thu, 23 Aug 2007 05:40:26 -0700 (PDT) dan diterbitkan di Koki edisi Google Sky, Best Friend & Selamatkan Kutub! - Topik hari ini: (Masih) Edisi Ulang Tahun KoKi ke-2, Sabtu 25 Agustus 2007 1:01 wib.)

Note: One photo added by Mbah MD.

Library Carrels: Rumahku, Kantorku, Kamarku

(Kookkaburra - Inggris)

Niat menulis tentang foto ini sebenarnya sudah agak lama, tapi baru terlaksana setelah membaca tulisan “Ruang Komputer di Perpustakaan” kiriman Ibu Dokter Malindo yang calon Doktor itu. (Bagaimana Bu? Sudah submit belum? Sukses ya …)

Foto yang Kookkaburra beri caption “Suatu Hari Ketika Salju Turun di Bulan Februari” ini diambil dari lantai tiga perpustakaan, dimana Kookkaburra biasa “bekerja”. Diawal bulan Februari yang lalu salju tiba-tiba saja menurunkan butiran-butiran putihnya nan indah di kota dimana Kookkaburra tinggal. Dalam sekejap, suasana kampus menjadi arena “penyembahan” snowman dan medan perang bola-bola salju bagi mahasiswa di kampus Kookkaburra. Teriakan-teriakan kegirangan dari arah bawah membuat Kookkaburra yang sedang stress dikejar-kejar tenggat waktu untuk melihat ke bawah, mencari tahu mahu :) apa yang terjadi. Hmm… rupanya ada keceriaan dibawah sana.

Kookkaburra berhasil merekam kegiatan bersalju-ria itu hanya dengan dua kali jepret dan foto yang terekam lumayan bagus meskipun objeknya kecil sekali. Pengambilan gambar ini memerlukan sedikit perjuangan karena keterbatasan ruang gerak disisi jendela. (Semenjak terjadinya insiden mahasiswa yang terjun bebas alias bunuh diri dari jendela perpustakaan, seluruh jendela dimodifikasi sedemikian rupa sehingga jendela hanya dapat dibuka dengan kemiringan kira-kira 30 derajat - ada semacam penahan.) Kalau diperhatikan dengan seksama, ada dua orang yang sedang berpose disebelah kanan dan kiri snowman. Sedangkan sosok yang sepertinya berlutut itu tentu saja sedang mengambil foto kedua orang tersebut. Sementara itu ada dua kubu yang sedang lempar-melempar bola salju, terlihat yang dipojok kanan dekat pohon siap-siap melempar. Seorang pejalan kaki terlihat terkesima melihat keadaan dan keriuhan yang ada, sedangkan yang berada di dekat parkiran sepeda sepertinya sedang menikmati rokoknya. Coba tebak, kendaraan Kookkaburra yang mana?

Ada baiknya apabila Kookkaburra bercerita lebih jauh tentang “kantor” Kookkaburra yang disebut “carrel” ini. Apa itu Library Carrels? Library carrels adalah ruangan-ruangan kecil dalam perpustakaan yang biasanya dialokasikan untuk mahasiswa tingkat doktoral. Di perpustakaan yang berlantai lima ini carrel hanya terdapat di lantai 2, 3 dan 5. Setiap awal tahun akademik, di minggu pertama semester musim gugur (autumn term) Graduate School Office biasanya mulai mengedarkan formulir pendaftaran untuk aplikasi carrel ini. Adapun kepemilikan carrel ini hanya berlaku untuk satu tahun dan setiap mahasiswa program S3 yang masih ingin memiliki carrel ini pada tahun berikutnya harus mengisi formulir lagi. Syarat untuk memperoleh fasilitas ini antara lain harus mau berbagi dengan satu mahasiswa lagi, jadi setiap carrel harus ditempati oleh dua orang. Selain itu, pemegang kunci utama diwajibkan membayar deposit sebesar £5 yang hanya akan diperoleh kembali apabila kunci carrel dikembalikan sebelum/pada tenggat waktu yang telah ditentukan (biasanya di bulan November).

Tentu saja Kookkaburra tidak mau melewatkan kesempatan ini. Apabila dibandingkan dengan fasilitas di Business School maupun School of Engineering, departemen Kookkaburra termasuk yang miskin. Di program bisnis, misalnya ada common room untuk mahasiswa PhD yang bisa ditempati oleh beberapa orang dimana “free fotocopy” dan “free printing” termasuk bagian dari kemudahan dan keringanan yang diberikan. Di pusat riset tempat Kookkaburra melakukan penelitian, fasilitas tersebut tidak ada. Maka salah satu cara untuk dapat belajar dengan tenang dan terhindar dari “aroma non-terapi” dan suara-suara “hush … berisik” adalah dengan menempati carrel. Suasana perpustakaan sebenarnya cukup tenang dan tertib. Hal ini mungkin dikarenakan dengan diberlakukannya denda £10 bagi mahasiswa yang membuat keributan. Siskamling yang dilakukan oleh library steward, biasanya mahasiswa yang kerja paruh waktu, yang dipekerjakan pada musim-musim ujian untuk menjaga keamanan dan kenyamanan di perpustakaan, dapat menciptakan suasana perpustakaan yang aman terkendali.

Pada tahun pertama, Kookkaburra tidak mengajukan aplikasi karena informasi mengenai pendaftaran terlambat diterima. Mulai tahun kedua lah Kookkaburra terus-menerus menempati carrel ini. Banyak suka-duka dan “kenakalan-kenakalan” yang Kookkaburra lakukan di dalam carrel tersebut.

Waktu mengisi formulir untuk pertama kali, Kookkaburra janjian sama teman Kookkaburra agar kami berdua bisa menempati carrel yang sama. (Di dalam formulir ada bagian dimana kita bisa mencantumkan nama teman yang mau share dengan kita. Apabila kita tidak punya nama/teman, bagian itu dapat dikosongkan dan Graduate School Office lah yang akan “menjodohkannya”.) Kebetulan teman Kookkaburra lah yang ditunjuk menjadi pemegang kunci, sehingga dia lah yang mengatur pembagian hari/jam penggunaan carrel tersebut dan Kookkaburra “nrimo” saja. Meskipun di dalamnya tersedia dua buah kursi, ukuran carrel yang pas-pasan itu membuat carrel kurang nyaman dipergunakan berdua pada saat yang bersamaan (kecuali kalau “pasangannya” adalah pacar dewe, hehehe). Pada tahun-tahun terakhir, Kookkaburra mulai beruntung, dimana “carrel-mate” Kookkaburra tidak berminat menggunakan carrel tersebut, sehingga Kookkaburra dapat menempati carrel itu sendirian selama satu tahun penuh. Tahun sebelumnya Kookkaburra meminta housemate Kookkaburra agar namanya dicantumkan dalam formulir, meskipun dia tidak berniat menggunakan carrel tersebut. (Bukan contoh yang baik, so … please do as I say not as I do.)

Ada kejadian-kejadian lucu dan nahas seperti dua kali kekancingan diluar, hahaha! (Kuncinya model dead bolt, yang dapat dikunci/terkunci tanpa anak kunci). Tentu pembaca dapat membayangkan betapa kunci carrel, kunci rumah dan kartu mahasiswa ketinggalan di dalam dan baru terselamatkan oleh library porter yang siap sedia dengan kunci duplikat. Hal yang cukup mengejutkan Kookkaburra adalah ketika petugas perpustakaan itu membukakan pintu carrel tanpa ba-bi-bu, tanpa bertanya nama siapa atau meminta menunjukkan identitas lain, hanya menanyakan nomor carrel-nya saja. Dasarnya hanya PERCAYA.

Kekancingan yang kedua kali terjadi pada pagi dini hari setelah lewat jam kantor (perpustakaan normalnya buka dari jam 8:30 – 00:00, tetapi pada musim-musim ujian buka sampai jam 02:00 pagi), dimana tak ada seorang full-time staff pun yang dapat menolong Kookkaburra (yang ada hanyalah security yang notabene adalah mahasiswa yang nyambi kerja paruh waktu). Untungnya kunci rumah, kamar dan sepeda berada di dalam jaket yang Kookkaburra kenakan dan pulanglah Kookkaburra tanpa membawa tas ransel dengan segala isinya yang masih terkunci di carrel. Rumah bisalah dimasuki dengan bantuan teman satu kos, tetapi kamar Kookkaburra? Kebayang tidak kalau Kookkaburra harus tidur di sofa rumah atau di IT center yang buka 24 jam itu? Kookkaburra hanya dapat mengurus insiden tersebut pada jam kantor. Setelah dua kali kekancingan Kookkaburra lalu memutuskan untuk memakai “kalung” dimana kunci carrel tergantung di leher Kookkaburra setiap kali Kookkaburra berada di perpustakaan.

Kenakalan atau pelanggaran Kookkaburra yang lain yaitu ketika Kookkaburra kelupaan mengeluarkan buku-buku maupun jurnal-jurnal setelah selesai di baca. Terkadang Kookkaburra malahan dengan sengaja menyimpan buku-buku tertentu, milik perpustakaan yang belum di check out, di dalam carrel selama beberapa hari (maaf ya sesama teman dan peneliti – mohon kebiasaan jelek Kookkaburra ini jangan ditiru. Again, do as I say not as I do, hehehe.) Jatah peminjaman maksimum 20 buah buku tidaklah cukup. Secara berkala, petugas perpustakaan yang juga punya akses ke setiap carrel selalu mengecek seluruh carrel. Apabila kedapatan ada buku perpustakaan yang bukan “on loan,” buku-buku tersebut akan dikeluarkan dan di kembalikan ke rak-nya masing-masing. Secarik “surat cinta” bertuliskan kata-kata kira-kira seperti ini: “Sejumlah buku telah dikeluarkan dari carrel Anda,” yang diletakkan di atas meja akan menanti Kookkaburra. Akibatnya Kookkaburra harus bolak-balik ke rak mencari buku tersebut atau gigit jari apabila buku tersebut ternyata sudah dipake/dipinjam mahasiswa yang lain. (Selain library porter, petugas perpustakaan, orang yang punya kunci carrel adalah para cleaners yang bertugas mengosongkan keranjang sampah dari tiap-tiap carrel. Hal mana dilakukan seminggu sekali.)

Selain dilengkapi dengan dua buah “kursi direktur,” carrel yang berukuran 2 x 1,5 meter itu berisi meja panjang, rak buku gantung sepanjang dua meter yang letaknya kira-kira setengah meter dari atas meja. Meskipun tidak tersedia komputer, wireless hotspots memudahkan Kookkaburra untuk mengakses H-drive yang ada di sistem komputer IT center melalui komputer pribadi. Pada tahun pertama dan kedua Kookkaburra belum memiliki laptop jadi sebagian file masih ada di file pribadi komputer kampus.

Selain diisi dengan barang-barang keperluan mahasiswa, Kookkaburra juga membawa kulkas kecil (mini cooler dengan kapasitas 6 minuman kaleng), mini water dispenser non listrik, fan-heater, sleeping bag dan bantal. Ini sekolah apa camping ya? Foto “Suatu Hari Ketika Salju Turun di Bulan Februari” mengingatkan Kookkaburra bahwa ada kehidupan lain diluar sana selain aktifitas di ruang berukuran dua kali satu setengah meter ini …

(Artikel dikirim via email pada hari Sun, 20 May 2007 05:18:22 -0700 (PDT) dan diterbitkan di KoKi edisi Impian Pensiun, Tragedi ITC & PLTN - Cerita Foto III, Selasa 22 Mei 2007 15:22 wib.)

Sunday 3 February 2008

KoKi-Min (Kolom Kita Mini)

(Kookkaburra - Inggris)

Hi Zev, dan para kontributor KoKi & KoKo yang … selalu ketagihan membaca, menulis maupun balapan ‘pertama nih’. Mumpung orang-orang pada sibuk mikirin Prabu edisi cetak, Kookkaburra mau jadi plagiator dulu, bikin KoKi-Min (kalau disetujuin).

Sebelum lanjut membaca tolong di-cek dulu kompor, setrikaan atau jemurannya … jangan sampai ‘kejadian’ hehehe. Ide menulis tentang topik ‘nama’ di edisi pertama KoKi-Min ini (nggak janji dech ada edisi selanjutnya, hehehe …) sebenarnya udah agak lama sih … waktu heboh-hebohnya para prajuritnya Zev memperdebatkan nama asli vs nama samaran, cuma baru kesampaian sekarang. Ceritanya dibagi menjadi 2 bagian, silahkan mau di-scroll up atau scroll down (ternyata kagak bisa di scroll sideways yah … tampilan KoKi kiri/kanan-nya sudah mentok, hehehe).

Disclaimer: Kalau sampai tulisan ini diterbitkan juga, isi menjadi tanggung-jawab yang kebablasan membaca.

Bagian I: HahaHihi Hu…uh (si)ala(n) Kookkaburra

Nama Asli by Kookkaburra

Sesuai dengan InYaMul (Instruksi Yang Mulia) No. 01/01/07 yang pernah diulas di KoKi, para kontributor KoKo TIDAK diwajibkan untuk mencantumkan nama asli sedangkan pengirim artikel disarankan, KALAU BISA, menyertakan nama asli (CMIIW). Berhubung masih saja ada kontra-kontro masalah nama, akhirnya Yang Mulia menunjuk Kookkaburra, yang notabene rakyat jelata dan bekerja paruh waktu sebagai juru ketik, untuk melakukan registrasi ulang terhadap KoKier termasuk para Menteri yang baru saja diangkat. Berikut ini adalah cuplikan liputan seputar pendataan ulang jati diri KoKier dan KoKoer.

K3 (Kookkaburra): Nama?
Kk (KoKier/KoKoer) : Marah Rusdhie

K3: Apakah nama Anda sesuai dengan KTP?
Kk: Sesuai Kook (kependekan dari ‘Kookkaburra’)

K3: Bisa saya lihat KTP asli-nya? Nama Bapak mirip seperti nama novelist eh sastrawan terkenal. M-a-r-a-h R-u-s-l-i-e (Kookkaburra mengeja sambil mengetik.)
Kk: Maaf, Rusdhie bukan Ruslie

K3: Apakah Bapak marah karena saya salah ketik?
Kk: Bukan … tidak … saya adalah saya … saya … iya … iya … saya Marah, Marah Rusdhie.

K3: Next please! Your name please, Sir …
Kk: Saya Raden Radja Goek Goek.

K3: Maaf, mohon tidak mencantumkan gelar.
Kk: Saya tidak punya gelar, saya baru punya sertifikat ST (eS Teler).

K3: Trus Raden dan Radja itu bukannya gelar?
Kk: Bukan Kook, Raden itu asli nama saya. Amang saya marganya Radja Goek Goek dan Inang saya Sitorus, bah. Ini kartu nama saya.

K3: Terima kasih… APhD ini apa? PhD saya tau, kalau A-nya?
Kk: Oh itu … Attempted, hehehe.

K3: Dr Robin Hoed, right?
Kk: Betul, saya tamu KoKi dari Nottingham, Inggris.

K3: Punya hubungan apa dengan Prof. Benny Hoed?
Kk: Tidak … tidak … kami sama-sama ‘bermarga’ ‘Hoed.’

K3: Itu bawa bungkusan apa? Maaf ya kita disini tidak terima ‘oleh-oleh.’
Kk: Ini hanya sertifikat.

K3: Ijazah PhD maksudnya? No! No, you don’t need to …
Kk: Bukan, ini cuma sertifikat semua properti saya. Saya punya lahan … Tanah Abang juga kebon, maksudnya beberapa rumah di Kebon Kacang, Kebon Sirih dan Kebon Nanas.

K3: Selamat sore, Pak Nanang Heryanang. Bapak pasti tidak kenal saya, tapi saya tahu Bapak. Sering liat Bapak waktu di Kansas … Kantin Sastra (UI). Saya dulu ambil program diploma bahasa Perancis. Bapak kan Docent Jerman?

Kk: Sekarang kerja disini?
K3: Betul Pak. Di bagian admin, merangkap editor dan spellchecker. Jadi kalau ada kata-kata asing dan tidak senonoh, terlalu gaul maksudnya, seperti ‘hoi,’ ‘bo’ itu harus di-delete. Betah di Depok, Pak?

Kk: Saya sudah pindah ke Jerman. Memang ada yang salah dengan penggunaan bahasa gaul tsb?
K3: Lah ya tidak ada yang salah, cuma itu maunya penonton, hehehe. Ngomong-ngomong, first name Bapak kan ‘Nanang’?

Kk: Betul, sesuai akta lahir. Ya … ditulis begitu (Na2nk) supaya keren aja, boleh toh? Hemat dua huruf, lagi, meskipun tulisan saya suka boros, hehehe.
K3: Tapi kan ejaannya tak sesuai KTP? Trus itu yang di map apaan tuh, Pak?

Kk: Oh ini slip pembelian HYENA, sesuai pesanan kamu.
K3: Loh koq mahal sekali?

Kk: Lha urusan imigrasinya saja berbelit, tapi tenang … Bapak punya kenalan orang dalam.
K3: Ah Bapak, mosok harga pewarna uban (HEENA) aja segitu mahalnya. Mana coba saya lihat barangnya.

Kk: Hyena-nya saya ikat diluar …
K3: H-Y-E-N-A? Aaaaaaalamak! Itu kan hewan berkaki empat!

K3: Ini pasti Oom Bontjelle.
Kk: Betul sekali, saya parkir kapal pesiar saya diluar, tidak apa-apa bukan?

K3: Don’t worry! Aman koq disini. Oom lihat kan tuh deretan mobil-mobil mewah. Nama pemiliknya bisa dibaca pada plat-nya. Nah itu yang warnanya pita eh jingga itu seri terbaru Bajaj Bajuri milik Lindsay Lohan. Dan di samping Bajaj itu ada sepeda saya. Oh iya sampai lupa … Maksud kedatangan Oom, selain mengantar pesanan saya, apakah Oom mau mendaftar untuk pertama kali?

Kk: Tidak! Tidak! Saya lebih suka jadi ‘cheerleader’ saja, semacam ROK-lah. Sekalian say hello sesama KoKier dan KoKoer.
K3: ROK? Apaan tuh Oom?

Kk: Read Only Kokier, tidak perlu mendaftar toh?
K3: Tidak perlu Oom. Koq Oom mau sih repot-repot antri disini?

Kk: Saya selalu berusaha mengikuti prosedur. Kalau memang harus antri ya … mesti kita ikutin.

K3: Oom, mo nanya sesuatu boleh nggak? Oom kan mantan dokter.
Kk: Tanya tentang apa?

K3: Hmm…em …gini Oom… misal … ini seumpama loh. Amit- amit jabang orok! Misal nih, salah seorang kerabat dekat Oom mendadak sakit dan pas di rumah sakit disuruh ngantri. Sementara itu Oom yang off duty tahu bahwa dengan satu phone call saja saudara Oom bisa ‘lewat jalan tol’ maksudnya bisa langsung ditangani. Apa Oom masih teteup keukeuh mau antri?
Kk: Ya … tidak … yah … tidaklah …

K3: Kenapa ragu Oom? Nah, misal lagi nich … sekarang saya bolak, Oom sekarang yang berada diposisi yang punya otoritas, orang dalam di RS tsb dan Oom yang menerima telpon. Tindakan Oom?
Kk: Hmmm…

Belum sempat si Oom menjawab tiba-tiba dari arah pintu meneroboslah seseorang sambil berteriak-teriak: “ Coblos, coblos, coblos moncong putih!”

Seketika itu juga Kookkaburra pun terbangun. OMG, untung ini cuma MIMPI. Maap ya penonton, tolong jangan disomasi, abis ketiduran sih nungguin KoKi terbaru. Soalnya pengen sekali merasakan gimana rasanya menjadi Numero Uno. Ngomong-ngomong soal ‘the first KoKoer’, Kookkaburra pernah jadi ‘Runner Up’ thanks to Enonk. Ceritanya, pas baca bagian ‘nyonya (Belanda) sexy’ – di tulisan Enonk yang pertama – Kookkaburra buruan dech ngelipir ke KoKo.

Seingat Kookkaburra sih sebelum tertidur tadi lagi ber-Explorer-ria di arsip KoKi. Kepikiran terus sama Bu Mod, asisten cuma satu, kalau urusan mendata Kokier seantero jagat mesti dilakoni juga, wah gawat. Bisa ‘sakit hati’ beneran. Jadinya pengen nyari tulisan Yang Mulia. Nah ini dia! Ketemu!

Mengutip Zeverina: “… sejak awal, Kolom Kita (KoKi) ini dibangun atas dasar saling percaya dan ketulusan yang tinggi, baik antara penulis, pembaca, komentator dan moderator”. Lihat: Suporter Bola, Ngelaut & Taksiii (Serbia, Perth, Marseille) edisi 24 Januari 2007. Supaya ringkas dapat Anda unduh di KoKi.

Ah … seandainya kita semua mau mengingat dan menerapkan apa yang dikatakan Ibu Moderator untuk SALING PERCAYA. Tentu kita tidak lagi mempertanyakan siapa itu Si Tante X, si Oom Y; Tidak lagi membedakan Si Asli dengan Si Samaran (*sigh*); Tidak lagi menduga-duga: “Wah si A itu kayaknya si B deh.” SWGL? (So what gitu loh) Bukankah seperti dikutip di awal tulisan ini tentang ‘syarat-syarat’ menjadi KoKoer dan KoKier? Tidak baik kan hanya menjadi ‘unlover critic’ ataupun ‘uncritic lover’? Dapatkah kita menjadi ‘lovers’ sekaligus ‘critics’? Meneketehe! (Mana ku tahu?) Paling-paling buntutnya jadi termehek-mehek hek hek hek. Mau membahas NKRI yang gemah ripah loh jinawi? Atau yang korup? Ya… monggo, mau pake bahasa Mars kek, bahasa Venus kek, kalau tidak merubah makna atau pesan yang disampaikan, why not? Yang penting jangan sampai terjadi journalism constipation (Fire, 2007). Jangan sepelekan KoKi, Margaret Mead pernah berkata: "Never doubt that a small, group of thoughtful, committed citizens can change the world. Indeed, it is the only thing that ever ...”

Bagian II: Made to Order

Bagian ini adalah jatah untuk tulisan pesanan dan Kookkaburra dibantu dengan ‘ghost writer’ yaitu Mbah Mar’ie Djono.

Alias by Mbah Mar’ie Djono
Ealah! Saya dipesen nulis tentang ‘nama samaran’ kok bingung! Setiap orang pasti mempunyai alasan dan motivasi tersendiri dalam memilih dan menggunakan nama samaran. Secara garis besar mungkin motifnya dapat dipilah menjadi dua yakni: negatif (merugikan) dan positif (tidak merugikan alias netral). Ada kasus dimana TKW menggunakan nama palsu yang mungkin sudah diatur oleh agen bukan atas kemauan yang bersangkutan. Pemalsuan nama pernah juga dipraktekkan oleh pejabat ataupun buron/kriminal yang berusaha meloloskan diri dari cekalan imigrasi.

Di bidang sastra atau tulis-menulis, menggunakan ‘pen-name’ adalah hal yang biasa dan tentunya penulis-penulis tersebut mempunyai alasan yang berbeda-beda. Eduard Douwes Dekker (1820-1887) misalnya memakai ‘Multatuli’ yang dalam bahasa Latin berarti ‘sangat menderita’ yang menurut Dekker mencerminkan keprihatinannya pada ketidakadilan yang dialami masyarakat setempat dan penderitaannya sebagai asisten residen pada saat beliau ditempatkan di Lebak.

Di Inggris misalnya ada Agatha Christie (1890-1976) pengarang novel detektif terkenal dengan ciri khas misteri dan pembunuhan. Dia merasa perlu menjaga image-nya sebagai Christie si penulis fiksi detektif dengan Christie si penulis dengan genre ‘Mills and Boon’. Christie memiliki nama samaran Mary Westmacott yang dipergunakannya dalam menulis novel-novel romantis. Sedangkan novelist Mary Anne Evans (1819-1880) memilih nama pria, George Eliot dalam menerbitkan buah karyanya.

Penulisan nama sastrawan kadang kala merupakan bagian atau singkatan dari nama asli. Di Indonesia, sebagai contoh, ada Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin yang lebih dikenal dengan nama NH Dini; STA adalah kependekan dari Sutan Takdir Alisjahbana.

Ada diantara KoKier yang menerapkan penggunaan alias seperti yang disebutkan diatas, misalnya LD, WB ataupun Ki Ageng Similikithi yang nama aslinya diketahui baik oleh pembaca maupun moderator. Ada juga yang memilih untuk tetap anonimous seperti (Pak) “WES” dan Kookkaburra yang secara eksternal nggak jelas apakah dia itu ce atau co.

Di bidang jurnalisme yang sesungguhnya, bisnis ataupun akademis, jarang sekali orang memakai nama palsu, apalagi kalau mereka sudah ‘terkenal’. Kerabat/sanak saudara mereka ada yang ‘aji mumpung’ dan adapula yang menganggap keterkaitan itu biasa-biasa saja. Tetapi ada pula yang enggan dikaitkan dengan orang terkenal tsb.

Apa saja sih unsur ke-PRIBADI-an orang ‘terkenal’? BMW (Be My Wife) pribadi? Rumah pribadi (bukan Pondok Mertua Indah)? CC pribadi (bukan yang join)? Bukan itu yang saya maksud. Salah satu dari 'Sepuluh Unsur Kepribadian Billionaire' menurut Jennie S. Bev adalah membuka diri terlebih dahulu dalam arti kata terbuka dan tidak misterius. Selengkapnya saya kutip disini:

“Pernah Anda bertemu orang yang selalu mau bertanya soal hal-hal pribadi tentang orang lain namun tidak pernah mau membuka diri? Mereka biasanya hidup dalam ketakutan dan kecurigaan, yang pasti mereka akan sangat sulit untuk mencapai kesuksesan karena dua hal ini adalah lawan dari unsur-unsur yang membangun sukses. Rasa percaya dan kebesaran hati untuk membuka diri terhadap lawan bicara merupakan cermin bahwa kita nyaman dengan diri sendiri, lantas tidak ada yang perlu ditutupi, sesuatu yang dicari oleh para partner bisnis sejati. (Siapa yang mau bekerja sama dengan orang yang misterius?)” pembelajar.com.

Citizen Journalism ala KoKi sudah tentu berbeda dengan journalism-nya versi Wikipedia, apalagi dengan adanya ‘yel-yel’ ‘Siapa Saja, Menulis Apa saja!’ Sudah SANGAT jelas sekali. Mbok ya kita jangan ngeyel lagi. IMHO, mau punya sejuta nama alias selama nama asli ada di Moderator, apa yang salah? Bukankah setiap orang bisa saja berubah pikiran/pendapat tanpa perlu dianggap sebagai plintat-plintut?

Terus apa hubungannya dengan kutipan Jennie S. Bev? Hubungannya? Baik-baik saja … (becanda!) Maksudnya kalau ada yang mau ‘tukar-menukar kartu nama’ (berbisnis) di KoKi, kenapa tidak? Cuma … saya sih, kalau ada uang £1 coin menggelinding … ya dipungut, apalagi satu ember! ‘Bilioner’ bukanlah ‘bilioner’ meskipun kurang satu ‘rupiah’ – eh Jaka Sembung naik ojek nggak sih?

Disclaimer (lagi): Saya tidak ada hubungan dan tidak kenal dengan Jennie S. Bev, dan saya belum/tidak minta ijin kalau tulisannya saya kutip. Yang saya tahu adalah beliau ‘orang besar’ yang rendah hati. Kalau ada yang mau melempar balok, silahkan ditujukan ke Kookkaburra, karena saya (Mbah Mar’ie Djono) hanya menerima pesanan.

(Diterbitkan di KoKi edisi Tukul, Tora & Kesuksesan Seputar Kolom Kita, Jumat 04 Mei 2007 7:45 wib.)



Kookkaburra Abroad: Kamso aka Culture Shock

(Kookkaburra - Inggris)

Hi Zev dan para pecandu KoKi yang sedang membaca di depan computer/PDA … Kali ini tulisan Kookkaburra sebagian besar berkisah tentang jadoel (Jaman Doeloe). Maaf ya … Zev, ngetiknya pake “J” bukan “Z” (zadoel). Nah karena di KoKi sedang musim disclaimer, maka Kookkaburra mau ikutan membebek. (Mau dibilang pamer yah … Kookkaburra pasrah saja.)

Sebelumnya Kookkaburra mohon maaf kalau pembaca kurang sreg dengan judul tersebut di atas. Sesuai judulnya, cerita dibawah ini dituturkan berdasarkan pengalaman pribadi dan dari sudut pandang seorang Kookkaburra muda (sekarang sudah sepuh) waktu pertama kali ke LN – jadi masih kamso alias kampungan sokuali. (Nanti kalau pake kata “Ndeso” ada yang sensitif – emang beda?) Berhubung Kookkaburra takut ngetop (hehehe – asal nggak merugikan orang lain, boleh kan sombong?) nama orang/tempat/jalan dan tahun sengaja disamarkan/diganti, ‘to protect the dignity and privacy of myself and others.’ (Mana tahu Kookkaburra ada hubungan dengan Osama bin Barack oops maksudnya Osama bin Laden atau Barack Obama, hahaha – just kidding!) Tulisan ini BELUM pernah diterbitkan dimanapun. Kookkaburra nggak punya blog. Lumayan … ada KoKi … jadi bisa nebeng nge-blog, hehehe. Kalaupun ada di antara para KoKier yang (merasa) pernah mendengar cerita di bawah ini, mungkin hanya suatu kebetulan belaka. Kalau bisa jangan tanya apakah Kookkaburra dulu pernah tinggal di Gg. Kelinci atau jadi murid di kursus/sekolah anu, wokeh? (Dah kepanjangan nih basa-basi-nya, silahkan scroll up/down/sideways.)

Kookkaburra Muda (USA, 1990an)
Cerita dimulai pada saat Kookkabura muda berangkat dari kota seribu vihara menuju ibukota untuk selanjutnya ke terbang ke negaranya Oom Joe eh Oom Sam (emang beda?). Semua dokumen (surat dari sponsor, passport dan tiket untuk keberangkatan ke Cambridge – MA dua hari berikutnya) sudah lengkap, kecuali visa Amrik, visa student, BUKAN visa diplomat. Tapi dengan ‘jalan pintas’ visa kelar satu hari dan Kookkaburra bisa terbang keesokan harinya. Pembaca jangan berpikiran negatif dulu. Tiket memang sudah dibelikan oleh sponsor dan harus berangkat sesuai tanggal tsb. Singkat cerita, Kookkaburra waktu itu tidak pakai acara ngantri, langsung dijemput di tempat antrian oleh orang dalam (program officer dari pihak sponsor) untuk wawancara visa. Belakangan Kookkaburra baru ngeh, ternyata ... urusan visa meskipun di jadul itu sebenarnya tidak mudah … dasar kamso.

Pengalaman kamso kedua berkaitan dengan (over-sized) koper. Berdasarkan itinerary, transit di Narita selama kurang-lebih 8 jam dan oleh sponsor disediakan tempat istirahat di sekitar airport untuk sekedar mandi (malahan sempat tidur). Karena yakin segala barang sudah di check through sampai Boston, begitu turun dari pesawat, setelah bertanya sana-sini (dan hampir selalu dijawab dengan bahasa Jepang), Kookkaburra akhirnya menemukan hotel yang dimaksud. Masalah timbul setelah tiba di Logan Airport. Yap, betul! Ternyata si Koper nggak ada! Bisa jadi nyangkut di Narita atau di belt conveyor karena kopernya super gede. Hahaha! Akhirnya si Koper berhasil dilacak dan diantar ke dormitory dua hari berikutnya. Ada hikmahnya ternyata, karena nggak pake acara dagdigdug diperiksa isi kopernya di airport (pssst … ada barang selundupan … itu loh makanan kering ‘untuk jatah dua tahun’, hehehe.) Keuntungan lain, bisa hemat ongkos taksi. Loh kok? Lha kan bawaannya tinggal knapsack/backpack/tas ransel? Sewaktu masih di bandara, ada petugas disana yang berbaik hati dan menyarankan Kookkaburra untuk naik “T” (train). Beliau bahkan menuliskan naik T warna apa, turun dan ganti T dimana di secarik kertas: dari bandara naik Shuttle Bus ke MBTA/stasiun kereta, ambil Blue Line turun di Government Centre trus ganti train “B” yang berwarna hijau (Green Line). Kertas tersebut masih Kookkaburra simpan sampai sekarang … maklumlah kan orang kamso.

Seperti apa kata pepatah, ‘There's always a first time for everything,’ maka Kookkaburra pun mengalami gegar budaya (culture shock) untuk pertama kalinya. Dari sekian banyak symptoms yang lengkapnya dapat dibaca di link, ini. Secara garis besar, mungkin yang Kookkaburra alami ini mirip-mirip dua point berikut: ‘Identifying with the old culture or idealizing the old country’; ‘Developing stereotypes about the new culture’. Adapun yang dulu sempat membuat Kookkaburra ‘terkagum-kagum’ yaitu ketika memperhatikan kebiasaan masyarakat setempat makan sambil jalan dan kebiasaan memakai running shoes yang dipadu dengan dress atau suit – usut punya usut ternyata mereka membawa sepatu serep. Intinya timbul pemikiran di benak Kookkaburra yang kampungan ini, betapa orang-orang Amrik yang katanya, katanya ‘modern’ dan ‘civilised’ ini, ternyata tidak modis dan tidak punya etika makan – sekali lagi ini adalah cara pandang Kookkaburra yang diserang culture shock, alias kamso.

Perasaan dianggap pendatang dari negara ‘terbelakang’ pernah Kookkaburra alami. Seperti yang pernah ditulis di KoKi, ada beberapa KoKier yang dibrondongi (yang ini bukan daun muda loh) dengan pertanyaan-pertanyaan aneh tentang Indonesia. Nah Kookkaburra juga mengalaminya. Pertanyaan-pertanyaan tsb a.l.: apakah rumahmu berlantai tanah? Apakah ada kulkas, TV, mobil, dll. Ada satu pertanyaan yang sangat mengganggu yang datang dari kenalan baru yang berasal dari Korea, sebut saja namanya Joo. Pertanyaannya adalah: Apakah bangsa kamu kanibal? Hah!!! – kalau gini mah bisa dianggap saudaranya Sumanto.* Sebenarnya ini salah Kookkaburra juga. Ketika ditanya: ‘Are you from Jakarta?’ Kookkaburra mengatakan tidak dan berusaha menjelaskan bahwa Kookkaburra berasal dari pulau yang di dalam peta dan di dunia barat dikenal dengan sebutan Borneo. Begitu mendengar kata Borneo inilah pertanyaan tentang kanibalisme itu muncul. Menurut si Joo, hal makan-memakan orang ini di pelajarinya di SD. Apakah kita serta-merta mengkambing-hitamkan si Joo atau system pendidikan di negara dia?

Kookkaburra muda juga pernah berpikiran rasis, dimana Kookkaburra secara tidak langsung, menghidupkan/mengkonfirmasi African-American stereotype – Tidak ada niat Kookkaburra untuk tebar pesona bibit-bibit rasis. Jauh sebelum ‘Nigerian’ (pake tanda kutip) money scam marak, di kota tempat Kookkaburra sekolah dulu sedang musim hipnotisme. Beberapa korban sudah jatuh, dimana segelintir African-American mengincar international student untuk kemudian di hipnotis dan digiring ke ATM. Bisa ditebak. Korban pun dengan ‘sukarela,’ tanpa paksaan/kekerasan menarik sejumlah cash. (Modus operandi yang senada juga terjadi di Indonesia, dimana pemangsa dan yang dimangsa … disinyalir … sama-sama orang Indonesia.) Dua orang teman Kookkaburra, kebetulan dua-duanya wanita berkebangsaan Jepang, pernah menjadi korban. (Kedua insiden terjadi di Harvard Square dan disekitar Kenmore Sq.)

Terus terang, setelah mendengar kejadian nahas itu dari teman Kookkaburra langsung, timbul asumsi-asumsi negatif di kepala Kookkaburra sehingga jadi parno juga dengan ras tersebut. Kookkaburra tidak bermaksud untuk membuat suatu justifikasi atas tindakan Kookkaburra untuk ber-stereotype. Kookkaburra cuma mau memberi contoh, mungkin, apa yang dikatakan oleh Hilda Kuper berikut ini ada benarnya:

‘Stereotyping proceeded in two directions – generalizing from selected characteristics of individuals to arbitrarily defined categories of people; and, conversely, applying to particular individuals the preconceived image of the broad category’. Intinya, sebagai manusia biasa, bukan dewa/dewi, Kookkaburra punya kecenderungan untuk membuat suatu generalisasi yang negatif meskipun sadar bahwa hal itu (stereotyping) sering kali meleset, tapi sulit untuk dihindari.

Stereotypes are not always accurate! (UK, 2000an)
Apa aja sih stereotype the Brits? Sebagian dari ciri-ciri mereka dapat dibaca di sini. Salah satu stereotype yang melekat di benak Kookkaburra yang kampungan ini mengenai orang Inggris yaitu: ‘Wear bowler hats and umbrellas.’ (Informasi ini sudah lama tertanam dan diperoleh ketika belajar bahasa Inggris di jadoel, masih pake buku L.G. Alexander terbitan Longman.) Hahaha! Tentu saja Kookkaburra keliru, begitu mengetahui bahwa mengempit atau memakai brolly/umbrella itu repot, karena kalau hujan dan pas angin kencang payung bisa patah atau terbang. Tambahan lagi ternyata bowler hats ini sudah tidak pernah dipakai lagi sejak tahun 1960an. Informasi mengenai bowler hats bisa diakses di wikipedia. Yang mana nih kambing hitam-nya? Yang masih terikat dibawah pohon atau yang sudah lepas menuntut ilmu dan mendaki Negeri Cina? Kookkaburra kah? Guru bahasa Inggris-nya kah? Pengarang buku yang kebetulan orang Inggris itu kah?

Prejudice (pre-judge) Kookkaburra terhadap the Brits dalam bahasa kerennya disebut stereotype activation, dimana judgemental level hanya terjadi di pikiran. Sedangkan tindakan rasis seputar African-American di atas sudah masuk ke tingkat stereotype application. Disini, Kookkaburra sudah menerapkan (negatif) stereotype dalam menilai orang. Yang perlu ditanyakan sekarang mungkin: ‘Can people AVOID APPLYING an activated stereotype?’ Jawabnya tentu saja BISA, sejauh ‘kita’ punya niat dan termotivasi untuk menghindari prejudice.

Segampang itukah? Menurut seorang pakar, Hewstone, ‘Well-known cultural stereotypes are notoriously resistant to change.’ Kalau diterjemahkan bebas mungkin artinya kira-kira begini: stereotype yang sudah mengakar itu kagak ade matinye! Di sisi lain, seringkali, kita (penonton/pengamat yang men-judge) dan suku/ras lengkap dengan label negatif itu … mungkin … cenderung menilai dan bertindak hanya karena memang sudah diberi label seperti itu. Ada ahli yang mengatakan: ‘We see what we want to see, as we want to see, as we want to perceive it.’ Singkat cerita, kadang kala, kalau kita melihat ada kambing (berwarna) ungu, pake tapal kaki kuda, diikat dengan si Kancil atau si Jaguar … kita nya lalu … ‘protes’ … ealah … ‘kambing’ kok nggak mirip ‘kambing’???? Sementara si Kambing asli membatin … karena aku kambing ya…makan rumput hijau-lah jangan SNAKE! (sic).

Terus solusi-nya? Mungkin … dengan mencoba untuk menanggapi stereotype bangsa kita dan bangsa lain ‘in moderation’ dan melihatnya dari dua sisi: ‘us’ and ‘them’.

*Untuk yang belum tahu, pada tahun 2003, Sumanto ketahuan mencuri dan memakan mayat seorang nenek yang barusan dimakamkan.

(Diterbitkan di KoKi edisi Culture Shock, Idol & Pelit = Keren - Topik Hari Ini: Gegar Budaya & Perjalanan Hidup, Jumat 23 Maret 2007 1:54 wib.)